Karya: Joko Santosa Kelas X MIPA 1
Suara kumandang adzan melengking-lengking di petala langit. Para jamaah burung pun kembali menuju sarangnya di balik pohon waru dan asam banyak tumbuh di pinggir ladang dan sawah. Rupanya mereka mendengar panggilan adzan dan hendak menghadap Tuhan. Pada saat yang sama, suara pluit kereta api yang meraung-raung memecah suara adzan hingga kemerduannya sedikit meliuk-liuk.Setelah itu datanglah seorang pemuda yang terpontal-pontal dengan membawa tas cangklongnya dari seberang jalan. Ia menyeberang rel kereta api untuk mencapai masjid yang berdiri di tepi sawah tersebut.
Ia melepas sepatu vantofelnya dan meletakkannya di sebelah sebuah sandal jepit yang sudah terbakar terik matahari. Lalu ia berjalan menuju tempat wudhu. Di tempat wudhu matanya terperanjat setelah melihat sebuah tas hitam di pojok gantungan. Ia mendekati tas itu dengan tubuh gemetar. Ia menengok ke dalam kamar mandi. Tidak ada seorang pun yang sedang mengambil wudhu mau pun buang air. Lalu ia meraih tas hitam tersebut dengan tangan bergetar. Ia hendak melaporkannya kepada pengurus takmir masjid. Pasti pemiliknya ada di dalam masjid dan lupa mengambil tasnya. Atau pemiliknya pikun. Ia tidak tahu pasti.
“Anda menemukannya di mana?” Tanya pengurus takmir masjid, seorang bapak-bapak bertubuh kurus dan kumis melintang hitam.
“Saya menemukan tas ini digantungan dekat kamar mandi, Pak,” jawab pemuda itu dengan jujur.
“Apakah Anda tahu isinya apa?”selidik pengurus takmir masjid.
“Demi Allah, saya tidak tahu apa-apa soal isi dari tas tersebut, Pak. Saya sama sekali tidak berani membuka barang yang bukan milik saya,” tutur pemuda itu menjelaskan. “Tolong Bapak umumkan kepada para jamaah masjid. Siapa tahu pemiliknya lupa atau pikun sehingga tidak membawa tasnya!”
“Terimakasih. Nanti setelah shalat akan saya umumkan!”
“Baik, Pak.Terimakasih!”
“Sama-sama, Anak muda!”
Pemuda itu merasa lega dengan jawaban kepastian dari pengurus takmir masjidi tu. Lalu ia masuk ke dalam masjid dan duduk bersila di dekat seorang bapak-bapak paro baya. Usianya kira-kira 75 tahun. Perawakannya agak tinggi dan masih tegap duduk. Namun wajahnya sudah keriput. Ia bersalaman dengan pria parobaya itu.
“Sampeyan masih kuliah?”Tanya pria paro baya itu dengan berkata pelan. Nyaris seperti berbisik.
“Iya,Pak.”
“Di mana dan jurusan apa?”
“Jurusan Teologi Islam di Unisma, Pak.”
“Sampeyan suka membongkar asal-usul agama?”
“Betulsekali, Pak. Saya sedang mencari asal-usul agama yang tertua di atas dunia ini,” jawabnya menjelaskan.
“Bagus.Soalnya saya sendiri juga bimbang kalau Islam bukanlah agama tertua di dunia.”
“Apakah bapak orang Islam?” tanya pemuda itu heran.
“Saya memang Islam, tapi Islam KTP. Hehehe!”Bapak tua itu berkelekar.
“Lalu, apakah Bapak tahu agama tertua itu agama apa?”
“Sampeyan nanti bakalan tahu juga.” Tukas bapak-bapak parobaya itu.
Setelah itu iqamat dilantunkan. Pertanda waktu shalat Ashar sudah masuk. Para jamaah pun berdiri dan maju ke barisan shaf paling depan.
Selesai salat, sesuai dengan yang dijanjikan kepada pemuda itu, pengurus takmir masjid mengumumkan ihwal penemuan sebuah tas digantungan kamar mandi masjid. Pengurus takmir juga menjelaskan ciri-ciri tas yang ditemukan itu. Spontan, bapak-bapak parobaya itu bangkit dari duduknya dan maju kedepan dekat dengan mihrab masjid.
“Benarkah ini tas milik Bapak?” tanya bapak-bapak pengurus takmir masjid kepada si pemilik tas itu.
Pada saat yang sama, pemuda itu juga kaget karena ternyata bapak-bapak yang duduk di sebelahnya itu adalah si pemilik tas yang ditemukan olehnya.
“Benar,Pak.Ini tas milik saya.” Bapak-bapak parobaya itu meyakinkan pengurus takmir masjid.
“Alhamdulilah!”
“Kalau boleh tahu, siapakah orang yang telah menemukan tas ini, Pak?
“Pemuda itu!”pengurus masjid menunjuk ke arah pemuda itu dengan jempol tangan kanannya. Pada saat yang hampir sama, bapak-bapak parobaya tersebut menengok ke arah pemuda yang ditunjuk. Alangkah terkejutnya dia ketik amelihat pemuda itu!.
“Mas, silakan ke sini!” pinta pengurus masjid kepada pemuda itu.
Maka,mau tidak mau pemuda itu bangkit dari duduknya dan berjalan menghampiri kedua pria yang berdiri di depan. Semua jamaah yang menyaksikan kejadian itu pun terkagum-kagum atas kejujuran si pemuda.Sebab di zaman edan seperti sekarang ini sangat jarang orang yang berbuat jujur. Apalagi Indonesia dihantam oleh pageblug bernama Corona. Makan dan kerja saja sudah susah, masih mau berbuat jujur!.
Benarkah sampeyan yang telah menemukan tas ini?”Tanya bapak-bapak parobaya itu kurang yakin.
“Demi Allah, Bapak benar.” Sahut pemuda itu meyakinkan.
“Subhanallah! Apakah Nakmas tahu, apa isi di dalam tas ini?”
“Demi Allah, saya sama sekali tidak tahu apa isi dari tas ini. Karena tas ini bukan milik saya,” jawab pemuda itu.
Setelah itu, bapak-bapak si pemilik tas itu membuka risleting tas dan membuka isinya seperti membongkar sebuah peti harta karun. Semua mata terperanjat melihat isinya.Termasuk para jamaah.
Betapa pentingnya kejujuran, kejujuran memiliki kedudukan yang tinggi di dunia dan akhirat. Dengan kejujurannya, seorang hamba akan mencapai derajat orang-orang yang mulia dan selamat dari segala keburukan.
Penyunting : TIM Redaktur