Setelah berbuka puasa seperti biasa bapak dan ibunya duduk-duduk santai di depan televisi di ruang tengah. Dengan raut wajah gembira, dila bergegas memberitahu ibu dan ayahnya bahwa besok Senin ia akan menempuh Ujian Nasional.
“Pak, Bu, besok Senin Dila akan ada ujian di sekolah…”
Tiba-tiba bapakya memotong perkataan Dila,”Terus kenapa?”
“Jadi, aku minta bapak sama ibu doakan Dila, yah!! Semoga Dila ujiannya lancar dan dapat nilai yang memuaskan.”
“Dila, tanpa kamu minta pun ibu pasti selalu doakan yang terbaik buat kamu. Ibu yakin kamu pasti jadi dokter seperti yang kamu impikan sejak kecil,” jawab ibu sambil tersenyum.
“Emmmm,” sahut pak Adi yang merupakan ayah kandung Dila dengan nada ketus.
Pak Adi sejak dulu memang mempunyai mindset bahwa setinggi-tingginya seorang wanita mengenyam pendidikan, toh juga akhirnya juga masuk di dapur. Jadi buat apa sekolah kalau hanya menghabiskan uang saja.
“Loh, kok bapak jawabnya ketus gitu sih? Tidak senang kalau anaknya bakal jadi orang sukses?”
Mendengar perkataan ibu yang seperti itu, Pak Adi langsung pergi tarawih ke mushola tanpa satu perkataan pun.
“Sudah tidak apa-apa, bapakmu kan memang seperti itu. Lebih baik sekarang kamu wudhu dulu terus kita berangkat tarawih sama-sama,”kata ibu sambil menenangkan Dila.
Sesudah tarawih Dila bergegas pergi ke kamar untuk belajar persiapan ujian besok. Karena cita-citanya yang sangat besar. Jadi, Dila tau apa yang dilakukan untuk menggapainya.
Hari ketika nasib dipertaruhkan di atas selembar kertas pun tiba. Dila berangkat ke sekolah dengan raut wajah gembira.
“Gimana Dila sudah siap ujian?” tanya Bu Rina menyambut murid-murid di depan kelas.
“InsyaAllah siap Bu, hehe”
Empat hari berlalu Dila telah mengerjakan ujian dengan lancar, dan ia menunggu pengumuman dengan suatu harapan yang besar akan hasilnya.
Beberapa hari kemudian, pengumuman pun akhirnya tiba. Dan yang apa diharapkan Dila pun akhirnya terwujud. Ia mencapai nilai yang tertinggi di sekolahnya, satu lagi yang menggembirakan adalah ia diterima di kampus impiannya lewat jalur SNMPTN.
“Bu…Bu…Ibu..coba lihat ini!”
Dengan raut wajah penasaran ibu menghampiri Dila,”Allhamdulillah Bu Dila diterima di kampus impian Dila lewat jalur SNMPTN, dan Dila bakal jadi dokter Bu.”
Mendengar perkataan Dila ibu lansung sujud syukur dan langsung memeluk Dila, “Alhamdulillah Dil cita-citamu akan terwujud. Ibu bangga sekali padamu.”
“Iya Bu Allhamdulillah sekali, bapak pasti senang kan Bu dengarnya?”
Tanpa disadari bapak ternyata mendengar pembicaraan mereka berdua, dan ia bergegas masuk menemui mereka.
“Dorrrr,” bapak masuk sambil menendang pintu rumah.
“Pak,”ucap Dila dan ibunya secara bersamaan.
“Cukup, saya sudah mendengar, sudah berapa kali bapak bilang sama kamu. Wanita itu buat apa sih kuliah, toh juga akhirnya juga masak di dapur seperti ibumu. Ibu juga kenapa tidak melarang Dila?”
“Tapi Pak, ini kan beasiswa. Jadi nggak perlu bayar uang kuliah Pak,” tutur Dila dengan meneteskan air matanya.
“Tetap saja kan, akhirnya juga kamu masuk ke dapur. Harusnya kamu itu bantu-bantu kita cari uang. Kamu nggak liat kondisi ekonomi kita yang susah begini, buat makan aja susah. Apalagi buat bantu kamu kuliah.”
“Tapi Pak….,” sambung ibu.
“Alahhh sudahlah pokoknya tidak ada kata kuliah untuk keluarga ini.”
Dengan perasaan kecewa Dila masuk kamar, dan merenungkan perkataan bapaknya yang secara langsung menghambat perjuangannya meraih cita-cita. Namun ia kemudian berkata, “Pokoknya aku harus kuliah, bagaimanapun jalannya aku harus meraih cita-citaku. Aku ingin wanita tidak dipandang sebelah mata lagi, tapi…..Bagaimana dengan bapak?” pikir Dila.
Keesokan harinya, ada seseorang yang menggedor pintu rumah dengan keras
“Assalamu’alaikum…”
“Wa’alaikumusalam,” jawab ibu.
“Pak Adi kecelakaan Bu, dan sekarang ada di rumah sakit”
“Innalillahi…baik pak saya segera ke sana”
Dengan rasa was-was ibu dan Dila segera pergi ke rumah sakit menemui bapaknya. Sesampainya di sana, dengan nada terbatah-batah Pak Adi menyuruh Dila mendekat.
“Dilaaa…sini nak bapak mau bicara.”
Dila pun mendekat
“Kamu masih berniat kuliah?”
Dila hanya menanggis sambil mengangguk
“Lanjutkan cita-citamu nak, bapak mengizinkan kamu kuliah,” pesan bapak sebelum menghembuskan nafas terakhirnya.
Hari terus berlalu dan Dila memutuskan kuliah untuk mewujudkan pesan terakhir ayahnya, dan sejak saat itu ia belajar dengan giat hingga ia lulus dengan predikat cumlaude. Hingga dia dapat diterima kerja di salah satu rumah sakit ternama menjadi dokter saraf. Bagikan ia bertekad untuk menggratiskan biaya berobat bagi pasien yang benar-benar kurang mampu.
Penulis : 1. Subhan Birori (XI MIPA 1)
2. Himatus Saniyah (XI MIPA 3)
Penyinting : Redaktur